HARI ITU
Hari itu, dini hari tepatnya papa
ku anfal untuk yang ketiga kalinya. Tidak seperti anfal yang sebelumnya, kali ini dia merasakan sesak yang sangat luar
biasa. Napasnya terengah-engah, dan hanya bisa berbaring di tempat tidur. Waktu
itu kakakku yang lelaki pergi kerumah saudara yang mempunyai mobil untuk minta
diantarkan ke rumah sakit. Saking terburu-burunya motor pun tak diparkir
seperti biasanya, malah dibanting begitu saja.
Setelah mobil tiba dihalaman
rumah, papa ku di bopong oleh mama, kakak lelaki ku, kakak perempuan ku, dan
saudara ku, tapi aku tidak ikut membopongnya karena aku tidak tega melihat papa
ku hanya terdiam saja waktu dibopong. Aku hanya bias melihat dia dan
menangisinya.
Karena aku hanya menangis, aku
dibentak oleh kakak lelaki ku, “kenapa hanya menangis saja, sudah diam. Papa
tidak apa-apa” lalu aku pun mencoba utnuk berhenti menangis tapi tidak bisa.
Setelah dibopong ke mobil, lalu
mama, kakak lelaki ku dan saudara ku pergi kerumah sakit. Aku dan kakak
perempuan ku tinggal di rumah, menunggu kabar baik dari mereka. Hari pun
semakin pagi, aku pun bersiap untuk pergi ke sekolah. Sebelum mandi aku bilang
pada kakak ku “nanti pulang sekolah aku langsung ke rumah sakit ya” dan kakak
ku pun mengiyakan. Tapi belum sempat aku mandi ada telepon dari kakak lelaki
ku, dan kakak perempuan ku yang mengangkatnya “Halo, assalamualaikum. Ada apa
ka, papa bagaimana keadaannya? Baik-baik saja kan?” pertanyaan kakakku tidak
dijawab olehnya, dia malah bertanya “ada
mama mumun gak?”( mama mumun adalah saudara ku) dan kakak ku menjawab “enggak,
tadi dia pulang” tanpa mendengar penjelasan dari kakak ku, ia pun menutup
telepon dan kami bertanya-tanya “kenapa ya teleponnya langsung ditutup?”
Dan tak lama kemudian mama mumun
datang, dan memberi kan kabar kalau papa sudah meninggal. Iya meniggal, betapa hancurnya
perasaan ku, mendengar papa sudah meniggal. Dan tangis ku pun pecah memecah kesunyian subuh, iya aku menangisi
kepergiannya, aku tidak percaya dengan
kabar itu, aku berharap itu hanya mimpi. Tapi sayangnya itu bukan mimpi, itu
kenyataan yang harus aku terima. Dengan menahan air mata, mama mumun mencoba
menegarkan hati ku, mencoba memberi
perngertian bahwa semua ciptaan Allah pasti akan kembali pada-Nya.
Hari itu tepat hari senin tanggal
13 November 2006, tepat tiga hari setelah ulang tahunnya (10 November). Dan
kabar duka pun disebarkan. Banyak orang yang gak percaya dengan kabar itu
karena keadaan papa ku baik-baik saja.
Beberapa jam setelah kabar duka
itu, mama, kakak lelaki ku dan papa pulang. Tapi papa sudah tidak bernyawa,
tangis ku pun semakin pecah. Dengan tegar mama ku menghampiri ku, memelukku dan
bilang “yang tegar ya sayang, memang sudah ditakdirkan begini oleh Allah” aku
hanya manangguk dan masih menangis sampai terisak-isak.
Papa pun dibaringkan diatas kasur
di ruang tamu. Tanpa membuang waktu aku pun langsung membacakan surat Yasin
hingga beberapa kali sampai ada orang yang menggantikan ku.
perlahan air mataku mengering dan sudah bisa menerima kenyataan ini, hingga sampai sekarang ini aku tetap tegar.
tegar ku untuk mama.
Komentar
Posting Komentar