aku disini rindu
Setiap peristiwa mempunyai banyak versi. Ini
adalah versiku.
Aku disini
rindu. Rindu dengan pemberitahuan pesan dari kamu. Ini tidak seperti kamu. Ini hak
aku untuk rindu kamu, kalau kamu tidak rindu aku? Aku tidak peduli. Aku yang
beranjak dewasa mulai menyadari dan mengakui akan pentingnya kamu dihidupku. Berawal
dari pertemanan masa kecil sebelum lulus dari sekolah dasar. Mungkin kamu
menganggapnya biasa, tapi aku tidak. Entah kenapa aku berpikir kita akan berteman
lama bahkan selamanya.
Awalnya aku
senang dengan pertemanan ini, tapi semakin dewasa aku jadi jenuh sendiri. Kita saling
mengabari satu sama lain, memberi tahu kegitan yang sedang dijalani, aku memberi
perhatian lebih ke kamu. Aku mulai mempertanyakan tentang status kita. Dalam batin
aku menggumamkan Kita ini apa? Boleh gak kalau teman itu saling suka? Tapi disisi
lain batinku pun menjawab, apa tidak akan merubah pertemanan kalau ditambah
dengan rasa suka? Apa tidak akan membuatnya menjadi canggung? Pikiran itu pun
bergejolak sampai akhirnya aku putuskan untuk tetap menjalin pertemanan ini
tanpa dikaitkan dengan perasaaan suka itu.
Hubungan kita
kembali baik saat masuk SMA, hingga masuk dunia perkuliahan. Saat itu kita
sering chat, itu membuat aku nyaman sama kamu. Bebas curhat, minta pendapat,
diskusi tentang sesuatu diluar dugaan. Yang paling aku suka adalah saat aku
minta pendapat tentang sesuatu. Kamu itu menurut aku mempunyai pemikiran yang
berbeda dengan sesuatu hal, melihat dari berbagai sisi. Itulah mengapa aku suka
dengan pendapat kamu. Tidak memaksa, membuat aku lebih lebar membuka mata
melihat sesuatu yang tidak tergantung dari satu sisi saja.
Ingat keputusan
awalku untuk tetap menjalin pertemanan tanpa mengaitkan perasaan? Itu semua
kian luntur seiring berjalannya waktu hingga tiba saatnya dia lulus dari bangku
perkuliahan. Dia mengundangku untuk datang ke acara kelulusannya (tidak
terlihat mengundang sih, dia hanya berkata “kalau mau datang tanggal xx di xx”)
itu membuatku deg-degan. Itu salah satu yang membuat aku kembali goyah. Lalu saat
dia melamar pekerjaan, disetiap tahapan seleksi dia selalu memberitahuku dan
meminta doa semoga bisa lanjut ke tahap berikutnya.
Alhamdulilah dia
lolos untuk mengikuti tahap pendidikan dan pelatihan. Saat itu aku merasa
hubungan kami semakin membaik, kenapa? Karena seingatku hampir setiap hari kita
chat. Entah kenapa jarak adalah sesuatu yang membuat kita cukup nyaman untuk
chat. Jarak membuat kita bebas mengeskpresikan perasaan. Aku sampai seperti
merasakan “jauh di mata, dekat di hati”. Setelah tahap pendidikan dan
pelatihan, dia mengikuti tahap percobaan. Tahap percobaan dia ditempatkan di
pulau paling barat di Indonesia. lagi-lagi jarak berbicara. Kekuatan jarak itu
juga yang membuat aku mendapatkan kiriman hadiah darinya. Itu hadiah pertamanya
untukku.
Itu adalah
sebuah buku. Yap, buku. Sejak saat itu aku jadi suka membaca. Mungkin karena
efek hadiah dari dia makanya jadi suka membaca sampai sekarang. Setelah itu aku
dapat kiriman lagi. Ini kiriman kedua kalinya untukku, dan itu juga buku. Saat mendapat
hadiah perasaanku sudah mulai lancang dan menentukan sendiri kalau ini sudah
bukan pertemanan biasa. Tapi diriku ini mencoba tidak melebihkannya dan membuatnya
biasa saja. Lalu aku mencoba membalas kebaikannya dengan mengiriminya sesuatu
yang mungkin dia butuhkan saat kerja dilapangan. Setelah saling menghadiahi
hubungan kami bisa dibilang sangat baik.
Lalu tibalah
saatnya penetuan menjadi karyawan tetap setelah melalui beberapa tahapan
sebelumnya. Saat itu aku sedang sidang sarjana dan dia ujian penentuan menjadi
karyawan tetap. Kita saling mendoakan, kita sama-sama berjuang untuk masa depan
yang lebih baik. Alhamdulilah aku lulus menjadi sarjana. Dia pun lulus menjadi
karyawan tetap. Sungguh indah kuasaMu Tuhan. Lagi-lagi berkat jarak aku
merasakan indahnya berkomunikasi dengannya. Tapi beda ceritanya saat dia
pulang. Saat di jarak yang dekat kita tidak saling mengabari, tidak ada
inisiatifnya untuk bertemu denganku.
Ini membuatku
kembali bertanya “kita ini sebenarnya apa? Saat jauh manis sekali, tapi saat
dekat pahit. Mungkin karena gengsi? Dia terlalu takut mengakuinya.” Dia tidak
lihat aku yang rela menurunkan gengsiku saat jarak kita jauh untuk memulai chat
dengannya. Dia anggap itu biasa, tapi tidak menurutku. Bagiku memulai chat itu
aku harus rela menurunkan gengsiku.
Setelah ujian
ada penempatan kerja. Tapi sebelum penempatan ada jatah libur dan itu berarti
jarak kita tidak jauh. Disaat jarak dekat aku berpikir untuk menunggu chat dari
dia. Berharap dia menghubungiku terlebih dahulu. Berharap dia ingin bertemu
denganku. Aku ingin tahu seberapa penting aku untuk dirinya. Dimanakah aku
ditempatkan. Tapi sampai batas liburnya habis pertanyaan itu tak kunjung
terjawab karena nyatanya dia tidak menghubungiku terlebih dahulu. Kecewa memang,
tapi aku sepertinya sudah terbiasa dikecewakan oleh dia.
Karena dia
tidak memulai chat, lagi lagi aku menurunkan gengsi dan memulai chat ke dia. Aku
bertanya tentang wilayah penempatan kerja. Ternyata itu adalah di pulau yang
hampir berada di paling timur Indonesia. tepatnya pulau sebelah kiri pulau
paling timur Indonesia. kali ini jaraknya berlipat lipat dari tempat tahap
percobaan dia. Mendengarnya nama pulaunya membuatku putus asa. Aku takut
pertemanan ini berubah. Berubah menjadi tidak saling mengabari, tidak saling
mengirimi, tidak saling berdiskusi.
Sebelum keberangkatnnya,
aku yang bukan siapa-siapanya memberanikan diri untuk meminta pertemuan
(perpisahan). Aku berani karena dia tidak punya inisiatif untk mengajakku
bertemu. Mungkin karena jarak kira sekarang yang dekat jadi kamu gengsi ya? Aku
penasaran sebenarnya aku berada dimana dalam hidupnya. Ditempatkan dimanakah
aku?
Permintaanku pun
kali ini tidak membuahkan hasil, waktu belum mengizinkan kita bertemu. Itu membuaku
kesal, kenapa? Karena aku tidak bisa bertemu dengan dia untuk menyampaikan
salam perpisahan. Tapi yang lain bisa bertemu dengannya. Rasa penasaran itu akhirnya
terjawab, seketika batinku menggumam “mungkin aku tidak pantas bertemu
dengannya, aku tidak berarti apa apa untuknya”.
Lagi-lagi aku
dibuatnya kecewa. Karena tidak bisa bertemu, emosiku sedikit berantakan dan
orang rumah jadi sasaran. Aku marah gak jelas, tiba-tiba air mata jatuh tapi
hanya beberapa tetes. Setelah itu aku tersadar, tidak ada gunanya meneteskan
air mata. Terima saja kenyataanya. Kemudian dia berangkat menuju tempat
kerjanya dan aku tersadar bahwa
ketakutanku menjadi kenyataan karena dia berubah menjadi tidak saling
mengabari, tidak saling mengirimi, tidak saling berdiskusi.
Setelah dia
berada disana, untuk kesekian kalinya aku memulai chat ke dia, tapi kali ini horor,
seperti tersambar petir di siang yang cerah. Tadinya aku berpikir mungkin jarak
akan membuat hubungan kita jadi lebih baik, tapi ternyata tidak. Kali ini
pesanku hanya sebatas di baca seperti koran pagi. Sampai saat ini belum ada
balasan darinya.
Aku berharap
semoga jarak yang lebih jauh ini dapat memperbaiki hubungan kita seperti saat
dia berada di pulau paling barat Indonesia bahkan lebih. Semoga nantinya akan
ada hadiah ketiga, keempat, kelima dan kesekian kalinya dari dia. Dan kita
saling membalas hadiah baik dalam jarak dekat atau jauh sekalipun. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar